Marketing mix (bauran pemasaran)
Marketing mix (bauran pemasaran) merupakan seperangkat
alat pemasaran yang digunakan untuk mencapai tujuan pemasaran dalam
pasar
sasaran (Kotler 1999). Secara umum, bauran pemasaran menekankan pada
pengertian
suatu strategi yang mengintegrasikan produk (product), harga (price),
promosi
(promotion), dan distribusi (place), dimana kesemuanya
itu diarahkan
untuk dapat menghasilkan omset penjualan yang
maksimal atas produk yang dipasarkan dengan memberikan kepuasan pada para konsumen.
maksimal atas produk yang dipasarkan dengan memberikan kepuasan pada para konsumen.
Sejalan dengan semakin kompetitifnya dunia bisnis, 4-P
tersebut berkembang. Pawitra (1993) menegaskan bauran pemasaran meliputi
7-P
yaitu product, place, price, promotion,
participant, physical evidence dan process.
Sedangkan Payne (1993) menyatakan bauran pemasaran terdiri dari product,
place, price, promotion, people,
processes dan provision of consumer service.
Berdasarkan beberapa penjelasan tersebut, maka
bauran
pemasaran dapat meliputi produk, harga,
lokasi, promosi, dan bukti fisik.
Sebuah proses pengambilan
keputusan pembelian tidak hanya berakhir dengan terjadinya transaksi
pembelian,
akan tetapi diikuti pula oleh tahap perilaku purnabeli (terutama dalam
pengambilan keputusan yang luas). Dalam tahap ini konsumen merasakan
tingkat
kepuasan atau ketidakpuasan tertentu yang akan mempengaruhi perilaku
berikutnya. Jika konsumen merasa puas, ia akan memperlihatkan peluang
yang
besar untuk melakukan pembelian ulang atau membeli produk lain di
perusahaan yang
sama di masa datang. Konsumen yang merasa puas cenderung akan menyatakan
hal-hal yang baik tentang produk dan perusahaan yang bersangkutan kepada
orang
lain. Oleh karena itu, pembeli yang puas merupakan iklan yang terbaik
(Bayus dalam Kotler et al. 1996).
Kotler (1999) memandang kepuasan sebagai fungsi dari
seberapa dekat harapan pembeli atas suatu produk dengan kinerja yang
dirasakan
pembeli atas produk tersebut. Jika kinerja produk lebih rendah daripada
harapan, pembeli akan kecewa. Jika ia sesuai harapan, pembeli akan puas
dan
jika ia melebihi harapan, pembeli akan sangat puas. Perasaan konsumen
setelah
membeli produk akan membedakan apakah mereka akan membeli kembali produk
tersebut dan membicarakan hal-hal yang menguntungkan atau tidak
menguntungkan
tentang produk tersebut pada orang lain.
Harapan konsumen terbentuk
berdasarkan pesan yang diterima dari penjual, teman, dan sumber-sumber
informasi lainnya. Apabila penjual melebih-lebihkan manfaat suatu
produk,
konsumen akan mengalami harapan yang tak tercapai (disconfirmed
expectation), yang akan menyebabkan ketidakpuasan.
Semakin besar kesenjangan antara harapan dan kinerja yang dihasilkan
suatu
produk, akan semakin besar ketidakpuasan konsumen.
Konsumen
yang merasa tidak puas akan bereaksi dengan tindakan yang berbeda.
Berkaitan
dengan hal ini, Singh dalam Tjiptono
(1997) menyatakan ada tiga kategori tanggapan atau komplain terhadap
ketidakpuasan, yaitu :
a.
Voice response
Kategori ini meliputi usaha menyampaikan keluhan
secara langsung dan/atau meminta ganti rugi kepada perusahaan yang
bersangkutan. Bila pelanggan melakukan hal ini, maka perusahaan masih
mungkin
memperoleh beberapa manfaat. Pertama, pelanggan memberikan kesempatan
sekali
lagi kepada perusahaan untuk memuaskan mereka. Kedua, resiko publisitas
buruk
dapat ditekan, baik publisitas dalam bentuk rekomendasi dari mulut ke
mulut,
maupun melalui koran/media massa .
Dan yang tidak kalah pentingnya adalah ketiga, memberi masukan mengenai
kekurangan pelayanan yang perlu diperbaiki perusahaan. Melalui perbaikan
(recovery), perusahaan dapat memelihara
hubungan baik dan loyalitas pelanggannya.
b.
Private response
Tindakan yang dilakukan antara lain memperingatkan
atau memberitahu kolega, teman atau keluarganya mengenai pengalamannya
dengan
produk atau perusahaan yang bersangkutan, Umumnya tindakan ini sering
dilakukan
dan dampaknya sangat besar bagi citra perusahaan.
c.
Third-party response
Tindakan yang dilakukan meliputi usaha meminta ganti
rugi secara hukum; mengadu lewat media massa (misalnya menulis
di Surat Pembaca); atau secara langsung mendatangi lembaga konsumen,
instansi
hukum, dan sebagainya. Tindakan seperti ini sangat ditakuti oleh
sebagian besar
perusahaan yang tidak memiliki prosedur penanganan keluhan yang baik.
Kadangkala pelanggan lebih memilih menyebarluaskan keluhannya kepada
masyarakat
luas, karena secara psikologis lebih memuaskan. Lagipula mereka yakin
akan
mendapat tanggapan yang lebih cepat dari perusahaan yang bersangkutan.
1.
Penting tidaknya konsumsi yang dilakukan, yaitu
menyangkut derajat pentingnya produk bagi konsumen, harga, waktu yang
dibutuhkan untuk mengkonsumsi produk, serta social
visibility.
2.
Pengetahuan dan pengalaman, yakni jumlah pembelian
sebelumnya, pemahaman akan produk, persepsi terhadpa kemampuan sebagai
konsumen, dan pengalaman komplain sebelumnya.
3.
Tingkat kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi,
meliputi jangka waktu penyelesaian masalah; gangguan terhadap aktivitas
rutin,
dan biaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar