Jumat, 29 Juni 2012

Strategi Pembangunan Nasional Dari Masa Sesudah Kemerdekaan Sampai Reformasi

PERENCANAAN PEMBANGUNAN
Instrumen dokumen perencanaan pembangunan nasional yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai acuan utama dalam memformat dan menata sebuah bangsa,mengalami dinamika sesuai
dengan perkembangan dan
perubahan zaman.

Perubahan mendasar yang terjadi adalah semenjak bergulirnya bola reformasi, seperti dilakukannya
amandemen UUD 1945,
demokratisasi yang melahirkan
penguatan desentralisasi dan
otonomi daerah (UU Nomor
22/1999 dan UU Nomor 25/1999
yang telah diganti dengan UU
Nomor 32/2004 dan UU Nomor
33/2004), UU Nomor 17 tahun
2003 tentang Keuangan Negara,
UU Nomor 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, penguatan prinsip-prinsip Good Governance : transparansi, akuntabilitas, partisipasi, bebas KKN, pelayanan publik yang lebih baik.

Disamping itu dokumen perencanaan pembangunan nasional juga dipengaruhi oleh desakan gelombang globalisasi (AFTA, WTO, dsb) dan perubahan peta geopolitik dunia pasca tragedi 11 September 2001.

Dokumen perencanaan periode
1968-1998 Landasan bagi perencanaan pembangunan nasional periode 1968-1998 adalah ketetapan MPR dalam bentuk GBHN.

GBHN menjadi landasan hukum
perencanaan pembangunan
bagi presiden untuk
menjabarkannya dalam bentuk
Rencana Pembangunan Lima
Tahunan (Repelita), proses
penyusunannya sangat sentralistik dan bersifat Top-Down, adapun lembaga pembuat perencanaan sangat didominasi oleh pemerintah pusat dan bersifat ekslusif.

Pemerintah Daerah dan masyarakat sebagai subjek
utama out-put perencanaan
kurang dilibatkan secara aktif.
Perencanaan dibuat secara seragam, daerah harus mengacu
kepada perencanaan yang dibuat oleh pemerintah pusat walaupun banyak kebijakan tersebut tidak bisa dilaksanakan di daerah.

Akibatnya mematikan inovasi dan kreatifitas daerah dalam memajukan dan mensejahterakan masyarakatnya. Distribusi anggaran negara ibarat piramida terbalik, sedangkan komposisi masyarakat sebagai penikmat anggaran adalah piramida seutuhnya.

Sebenarnya pola perencanaan
melalui pendekatan sentralistik/
top-down diawal membangun
sebuah bangsa adalah sesuatu
hal yang sangat baik, namun
pola sentralistik tersebut terlambat untuk direposisi
walaupun semangat perubahan
dan otonomi daerah telah ada
jauh sebelum dinamika reformasi terjadi.

Pembangunan Nasional pada
masa ORDE BARU berpedoman pada TRILOGI PEMBANGUNAN dan DELAPAN JALUR PEMERATAAN . Trilogy Pembangunan terdiri dari :

• Pemerataan pembangunan
dan hasil-hasilnya menuju
kepada terciptanya keadilan
sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

• Pertumbuhan ekonomi yang
cukup tinggi.

• Stabilitas nasional yang sehat
dan dinamis.

Runtuhnya Orde Baru dan
Lahirnya Reformasi

1. Penyebab utama runtuhnya
kekuasaan Orde Baru adalah
adanya krisis moneter tahun
1997. Sejak tahun 1997 kondisi
ekonomi Indonesia terus
memburuk seiring dengan krisis
keuangan yang melanda Asia.
Keadaan terus memburuk. KKN
semakin merajalela, sementara
kemiskinan rakyat terus meningkat. Terjadinya
ketimpangan sosial yang sangat
mencolok menyebabkan
munculnya kerusuhan sosial.

Muncul demonstrasi yang
digerakkan oleh mahasiswa.
Tuntutan utama kaum demonstran adalah perbaikan ekonomi dan reformasi total.

Demonstrasi besar-besaran
dilakukan di Jakarta pada tanggal
12 Mei 1998. Pada saat itu terjadi
peristiwa Trisakti, yaitu me-
ninggalnya empat mahasiswa
Universitas Trisakti akibat
bentrok dengan aparat
keamanan. Empat mahasiswa
tersebut adalah Elang Mulya
Lesmana, Hery Hariyanto,
Hendriawan, dan Hafidhin
Royan. Keempat mahasiswa
yang gugur tersebut kemudian
diberi gelar sebagai “Pahlawan
Reformasi”. Menanggapi aksi
reformasi tersebut, Presiden
Soeharto berjanji akan
mereshuffle Kabinet
Pembangunan VII menjadi
Kabinet Reformasi.

Selain itu juga akan membentuk Komite Reformasi yang bertugas
menyelesaikan UU Pemilu, UU
Kepartaian, UU Susduk MPR,
DPR, dan DPRD, UU Antimonopoli, dan UU Antikorupsi. Dalam
perkembangannya, Komite
Reformasi belum bisa terbentuk
karena 14 menteri menolak untuk diikutsertakan dalam Kabinet Reformasi. Adanya penolakan tersebut menyebabkan Presiden
Soeharto mundur dari jabatannya.

2. Akhirnya pada tanggal 21 Mei
1998 Presiden Soeharto
mengundurkan diri dari jabatannya sebagai presiden RI
dan menyerahkan jabatannya
kepada wakil presiden B.J.Habibie.

Rabu, 27 Juni 2012

Perkembangan Politik di Dunia dan di Indonesia Dari Masa Sesudah Kemerdekaan Sampai Reformasi

Suatu sikap & tingkah laku politik
seseorang menjadi suatu objek
penanda gejala-gejala politik yang akan terjadi pada orang tersebut dan orang-orang yang berada di bawah politiknya.

Contohnya ialah jikalau seseorang telah terbiasa dengan sikap dan tingkah laku politik yang hanya tahu menerima, menurut atau memberi perintah tanpa mempersoalkan atau memberi kesempatan buat mempertanyakan apa yang
terkandung dalan perintah itu.

Dapat diperkirakan orang itu
akan merasa aneh, canggung atau frustasi bilamana ia berada dalam lingkungan masyarakatnya yang kritis, yang sering, kalaulah tidak selalu, mempertanyakan sesuatu
keputusan atau kebijaksanaan
politik.

Kebudayaan politik Indonesia
pada dasarnya bersumber pada
pola sikap dan tingkah laku politik yang majemuk. Namun dari sinilah masalah-masalah
biasanya bersumber. Mengapa?
Dikarenakan oleh karena
golongan elite yang mempunyai
rasa idealisme yang tinggi. Akan
tetapi kadar idealisme yang tinggi
itu sering tidak dilandasi oleh
pengetahuan yang mantap
tentang realita hidup masyarakat.

Sedangkan masyarakat yang hidup di dalam realita ini terbentur oleh tembok kenyataan hidup yang berbeda dengan idealisme yang
diterapkan oleh golongan elit tersebut.

Contohnya, seorang kepala pemerintahan yang mencanangkan program wajib
belajar 9 tahun demi meningkatkan mutu pendidikan,
namun pada aplikasinya banyak
anak-anak yang pada jenjang
pendidikan dasar putus sekolah
dengan berbagai alasan, seperti
tidak memiliki biaya.
Hal ini berarti idealisme itu tidak
diimplikasikan secara riil dan
materiil ke dalam masyarakat
yang terlibat dibawah politiknya.
Idealisme diakui memanglah
penting. Tetapi bersikap berlebihan atas idealisme itu
akan menciptakan suatu ideologi
yang sempit yang biasanya akan
menciptakan suatu sikap dan
tingkahlaku politik yang egois
dan mau menang sendiri.

Demokrasi biasanya mampu
menjadi jalan penengah bagi
atas polemik ini. Indonesia sendiri mulai menganut sistem demokrasi ini sejak awal kemerdeka-annya yang dicetuskan di dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Demokrasi dianggap merupakan sistem yang cocok di Indonesia karena kemajemukan masyarakat di Indonesia.

Oleh karena itu Demokrasi yang
dilakukan dengan musyawarah
mufakat berusaha untuk
mencapai obyektifitas dalam
berbagai bidang yang secara
khusus adalah politik. Kondisi
obyektif tersebut berperan untuk
menciptakan iklim pemerintahan
yang kondusif di Indonesia.

Walaupun demikian, perilaku
politik manusia di Indonesia
masih memiliki corak-corak yang
menjadikannya sulit untuk
menerapkan Demokrasi yang
murni.

Corak pertama terdapat pada
golongan elite strategis, yakni
kecenderungan untuk
memaksakan subyektifisme
mereka agar menjadi
obyektifisme, sikap seperti ini
biasanya melahirkan sikap
mental yang otoriter/totaliter.

Corak kedua terdapat pada
anggota masyarakat biasa, corak
ini bersifat emosional-
primordial. Kedua cirak ini
tersintesa sehingga menciptakan
suasana politik yang otoriter/
totaliter.

Sejauh ini kita sudah mengetahui adanya perbedaan atau kesenjangan antara corak-corak sikap dan tingkah laku politik yang tampak berlaku dalam masyarakat dengan corak sikap dan tingkahlaku politik yang dikehendaki oleh Pancasila
dan Undang-Undang Dasar 1945.

Kita tahu bahwa manusia
Indonesia sekarang ini masih
belum mencerminkan nilai-nilai
Pancasila itu dalam sikap dan
tingkah lakunya sehari-hari.
Kenyataan tersebutlah yang
hendak kita rubah dengan nilai-
nilai idealisme pancasila, untuk
mencapai manusia yang paling
tidak mendekati kesempurnaan
dalam konteks Pancasila.

Esensi manusia ideal tersebut
harus dikaitkan pada konsep
“dinamika dalam kestabilan”. Arti
kata dinamik disini berarti
berkembang untuk menjadi
lebih baik. Misalkan kepada
suatu generasi diwariskan suatu
undang-undang, diharapkan
dengan dinamika yang ada
dalam masyarakat tersebut
dapat menjadikan Undang-
Undang tersebut bersifat luwes
dan fleksibel, sehingga tanpa
menghilangkan nilai-nilai esensi
yang ada, generasi tersebut
terus berkembang.

Dinamika dan kemerdekaan berpikir tersebut diharapkan mampu untuk memperkokoh persatuan dan memupuk pertumbuhan.

Yang menjadi persoalan kini
ialah bagaimana dapat
menjadikan individu-individu
yang berada di masyarakat
Indonesia untuk mempunyai ciri
“dinamika dalam kestabilan” yakni menjadi manusia yang ideal yang
diinginkan oleh Pancasila.

Maka disini diperlukanlah suatu proses yang dinamakan sosialisasi,
sosialisasi Pancasila. Sosalisasi ini
jikalau berjalan progressif dan
berhasil maka kita akan
meimplikasikan nilai-nilai
Pancasila kedalam berbagai
bidang kehidupan.

Dari penanaman-penanaman nilai ini akan melahirkan kebudayaan-
kebudayaan yang berideologikan
Pancasila. Proses kelahiran ini
akan memakan waktu yang
cukup lama, jadi kita tidak bisa
mengharapkan hasil yang instant
terjadinya pembudayaan.

Dua faktor yang memungkinkan keberhasilan proses pembudayaan nilai-nilai dalam diri seseorang
yaitu sampai nilai-nilai itu
berhasil tertanam di dalam
dirinya dengan baik.

Kedua faktor itu adalah:
• Emosional psikologis, faktor
yang berasal dari hatinya
• Rasio, faktor yang berasal dari
otaknya Jikalau kedua faktor tersebut dalam diri seseorang kompatibel dengan nilai-nilai Pancasila maka pada saat itu terjadilah pembudayaan Pancasila itudengan sendirinya.

Tentu saja tidak hanya kedua
faktor tersebut. Segi lain pula
yang patut diperhaikan dalam
proses pembudayaan adalah
masalah waktu. Pembudayaan
tidak berlangsung secara instan
dalam diri seseorang namun
melalui suatu proses yang
tentunya membutuhkan
tahapan-tahapan yang adalah
pengenalan-pemahaman-
penilaian-penghayatan-
pengamalan. Faktor kronologis
ini berlangsung berbeda untuk
setiap kelompok usia.

Melepaskan kebiasaan yang
telah menjadi kebudayaan yang
lama merupakan suatu hal yang
berat, namun hal tersebutlah
yang diperlukan oleh bangsa
Indonesia. Sekarang ini bangsa
kita memerlukan suatu
transformasi budaya sehingga
membentuk budaya yang
memberikan ciri Ideal kepada
setiap Individu yakni berciri
seperti manusia yang lebih
Pancasilais. Transformasi itu
memerlukan tahapan-tahapan
pemahaman dan penghayatan
yang mendalam yang
terkandung di dalam nilai-nilai
yang menuntut perubahan atau
pembaharuan.

Pengertian Strategi dan Tingkat Penentu Kebijakan

Pengertian Strategi

Strategi berasal dari bahasa Yunani yaitu strategia yang artinya
the art of the general atau seni seorang panglima yang biasanya
digunakan dalam peperangan.

Karl von Clausewitz berpendapat bahwa strategi adalah pengetahuan tentang penggunaan
pertempuran untuk memenangkan
peperangan, sedangkan perang adalah kelanjutan dari politik.

Dalam abad modern dan globalisasi, penggunaan kata
strategi tidak lagi terbatas pada konsep atau seni seorang panglima dalam peperangan, tetapi sudah digunakan secara luas termasuk dalam ilmu ekonomi
maupun olah raga.

Dalam pengertian umum, strategi adalah cara untuk mendapatkan
kemenangan atau pencaipan suatu tujuan. Strategi nasional adalah
cara melaksanakan politik nasional dalam mencapai sasaran dan
tujuan yang ditetapkan oleh politik nasional.

Strategi nasional disusun untuk
melaksanakan politik nasional, misalnya strategi jangka pendek,
jangka menengah dan jangka panjang. Tingkatan Penentu
Kebijakan:

1. Tingkat penentu kebijakan puncak Meliputi
kebijakan tertinggi yang menyeluruh secara nasional dan
mencakup penentuan undang-
undang dasar.

Dalam hal dankeadaan yang
menyangkut kekuasaan
kepala negara seperti tercantum
pada pasal 10 sampai 15 UUD 1945, tingkat penentu kebijakan puncak termasuk kewenangan
Presiden sebagai kepala negara.

2. Tingkat kebijakan umum Merupakan tingkat kebijakan di
bawah tingkat kebijakan puncak, yang Iingkupnya menyeluruh
nasional dan berisi mengenai
masalah- masalah makro strategi
guna mencapai idaman nasional dalam situasi dan kondisi tertentu.

3. Tingkat penentu kebijakan khusus Merupakan kebijakan
terhadap suatu bidang utama
pemerintah. Kebijakan ini
adalah penjabaran kebijakan
umum guna merumuskan
strategi, administrasi, sistem dan
prosedur dalam bidang tersebut.
Wewenang kebijakan khusus ini
berada di tangan menteri
berdasarkan kebijakan tingkat di
atasnya.

4. Tingkat penentu kebijakan
teknis Kebijakan teknis meliputi
kebijakan dalam satu sektor dari
bidang utama dalam bentuk
prosedur serta teknik untuk
mengimplementasikan rencana,
program dan kegiatan.

5. Tingkat penentu kebijakan di
daerah Wewenang penentuan
pelaksanaan kebijakan pemerintah
pusat di daerah terletak pada
Gubernur dalam kedudukannya
sebagai wakil pemerintah pusat di
daerahnya masing-masing. Kepala
daerah berwenang mengeluarkan
kebijakan pemerintah daerah dengan persetujuan DPRD.

Kebijakan tersebut berbentuk
Peraturan Daerah (Perda).

Pengertian Politik dan Hal-hal Yang Berkaitan Dengan Politik

Pengertian Politik:

Kata Politik secara etimologis berasal dari bahasa Yunani Politeia,
yang akar katanya adalah polis, berarti kesatuan masyarakatyang berdiri sendiri, yaitu negara.

Politik (etimologis) adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan
urusan yang menyangkut
kepentingan dari sekelompok masyarakat (negara).

Dalam bahasa Indonesia, Secara
umum politik mempunyai dua arti,
yaitu politik dalam arti kepentingan umum (politics) dan politik dalam arti kebijakan
(policy). Politik dalam arti politics adalah rangkaian asas/prinsip,
keadaan, jalan, cara atau alat yag akan digunakan untuk mencapai tujuan.

Sedangkan politik dalam arti policy adalah penggunaan pertimbangan tertentu yang dapat menjamin terlaksananya usaha
untuk mewujudkan keinginan atau cita-cita yang dikehendaki.
Policy merupakan cara pelaksanaan asas, jalan, dan arah tersebut sebaik-baiknya.

Politics dan policy mempunyai
hubungan yang erat dan timbal balik. Hal Yang Berkaitan Dengan Politik Sebuah partai politik
adalah organisasi politik yang menjalani ideologi tertentu atau
dibentuk dengan tujuan khusus.Definisi lainnya adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi,
nilai-nilai, dan cita-cita yang sama.

Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan
merebut kedudukan politik - (biasanya) dengan cara konstitusionil - untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan
mereka.

Partai politik adalah sarana politik yang menjembatani elit-elit
politik dalam upaya mencapai kekuasaan politik dalam suatu
negara yang bercirikan mandiri
dalam hal finansial.